tak kenal maka tak sayang

Foto saya
Kuta, Bali, Indonesia
Wadah bagi kartun-kartun Indonesia. Wadah bagi kartunis Indonesia. Wadah bagi penikmat kartun Indonesia.

Arsip Blog

21 Oktober 2008

Sibarani "Sang Maestro"

Biografi Augustin Sibarani

Augustin Sibarani lahir 20 Agustus 1925 di Pematangsiantar, Sumatera Utara, dari pasangan Jozua Sibarani dan Martha Hasibuan. Beliau menikah dengan seorang perempuan yang juga keturunan Batak, Saribar L. Tobing. Dari istrinya ini, Sibarani memiliki 3 orang anak, Sanggam Gorga Sibarani, Gorky Sibarani, dan Leonardo Baringin Sibarani.

Sejak kecil Sibarani sudah menunjukan bakat seninya, dan disebut sebagai “tekenaar” (ahli gambar) di sekolahnya. Tahun 1941, pada usia 13 tahun beliau pergi ke Medan untuk belajar di MULO. Kemudian Sibarani berlayar ke Jawa masuk sekolah Pertanian Menengah Tinggi di Bogor. Setelah lulus, beliau memulai karirnya sebagai pegawai pertanian di Departemen Kemakmuran.

Pada masa mudanya, Sibarani adalah pengagum berat Soekarno. Karena rasa nasionalis itulah, beliau bergabung dalam barisan tentara ketika Revolusi meletus tahun 1945 (pada usia 20 tahun). Sibarani bertugas di Jawa Tengah, sampai akhirnya tahun 1948 terluka parah dan harus dirawat di Kaliurang, Yogyakarta.

Saat itu beliau mulai berkawan dengan para pelukis seperti Hendra dan Affandi. Sejak itu Sibarani merasa punya bakat besar sebagai pelukis dan karikaturis.

Tahun 1950 Sibarani memantapkan diri sebagai pelukis dan karikaturis. Karikatur pertama yang dibuatnya, dimuat di harian Merdeka. Di tahun limapuluhan karya Sibarani dimuat di berbagai surat kabar, di antaranya Pedoman, harian Pemandangan, harian Sumber, majalah Gelanggang Masyarakat, Mimbar Umum Medan, harian Waspada Medan, majalah Waktu Medan, majalah Siasat Jakarta dan di beberapa surat kabar luar negeri.

Di tahun 1953 beliau juga menerbitkan beberapa buku yaitu Si Kasmin Pergi ke Kota, Rumah si Bolang, Musik si Beber (ketiganya untuk buku anak-anak yang dcetak berwarna) dan Senyum Kasih Senyum (kumpulan karikatur).

Pada tahun 1957, kumpulan karikatur “Si Utjok” di majalah Siasat diterbitkan sebagai buku.

Selain berkecimpung di dunia karikatur, Sibarani juga pernah aktif di dunia perfilman. Salah satunya dengan menjadi aktor dalam film Korupsi dan Djajaprana.

Tahun 1957, Sibarani menjadi karikaturis tetap di koran Bintang Timur yang berhaluan kiri. Di koran itulah kepiawaian Sibarani dalam gambar sindir makin menonjol.

Meskipun Bintang Timur berhaluan kiri, karikaturnya tak menunjukkan ciri gaya realisme sosial seperti pada koran Harian Rakjat yang juga berhaluan kiri.

Karikatur Sibarani nakal, liar dan lincah bermain dengan metafora: Kuda Troya, Romulus & Remus, kartun tiga babi Walt Disney dan berbagai ungkapan masyarakat global lain. Hal ini menunjukkan keluasan literatur beliau dalam berungkap. Karikaturnya membuat Bintang Timur terlihat sebagai koran cerdas.

Karya Sibarani yang paling dikenal luas, terutama bagi masyarakat Sumatera Utara, adalah lukisan wajah Sisingamangaraja XII, yang sekarang terpampang dimana-mana, bahkan digunakan pada uang kertas Indonesia. Awalnya beliau ditugasi masyarakat Sumatera Utara untuk melukis wajah pahlawan mereka, Sisingamangaraja XII. Tak ada data gambar atau foto sebagai acuan.

Sibarani kemudian menanyai siapapun yang pernah kenal pribadi tokoh abad ke-19 itu untuk memperoleh gambaran penampilannya.

Hasil lukisan wajah Si Singamangaraja karya Sibarani ini dikagumi dan diakui masyarakat sebagai wajah pahlawan mereka.

Kemudian Presiden Soekarno (1962) meresmikan Sisingamangaraja sebagai pahlawan nasional dan lukisan Sibarani sebagai ikon wajahnya. Wajah itulah yang digunakan Bank Indonesia sebagai gambar pada uang kertas Indonesia (1987) pecahan seribu rupiah, tanpa ijin dan tak mencantumkan nama Sibarani sebagai penciptanya.

Tahun 1965 Bintang Timur dilarang terbit bersama semua media dan organisasi berhaluan kiri, menyusul tumbangnya Orde Lama. Sejak itu Sibarani tak mendapat tempat di media massa.

Sibarani kemudian hanya bekerja sebagai pelukis potret di kalangan gereja dan membuat ilustrasi brosur.

Suatu waktu di tahun 1980-an, Sibarani mendapat tawaran untuk ikut dalam pameran besar karikatur di Ancol yang diselenggarakan Lembaga Humor Indonesia. Tetapi Harmoko sebagai Menteri Penerangan melarang keras Sibarani ikut berpameran.

Tetapi, dengan sumbangan dari GM Sudarta sejumlah seratus ribu rupiah, Sibarani dapat berpameran tunggal di Balai Budaya, meski tanpa pembukaan dan tanpa undangan.

Sekitar tahun 1998, Sibarani (73 tahun) mulai membuat karikatur lagi yang disebarkan “di bawah tangan” melalui fotokopi di kalangan teman baik di Indonesia, Perancis dan Amerika. Karikaturnya dimuat di sejumlah media Perancis, seperti Le Monde Diplomatique, Humanite, dan La Lettrede. Kemudian, karikaturnya berkeliaran di internet, terbang ke Amerika Serikat, dan dimuat di jurnal Indonesia terbitan Universitas Cornell. Begitu Orde Baru jatuh barulah beliau menerbitkan bukunya “Karikatur dan Politik” (2001). Dalam buku itu dimuat pula karikatur bawah tanah beliau. Karikaturnya muncul sebentar di majalah Pantau, meski tak berlanjut.

Pada pembukaan pameran tunggal karikatur Pramono Pramodjo tahun 2007, Sibarani masih hadir dan tetap berapi-api seperti masa lalu. Kemunculan beliau terakhir adalah pada pameran tunggal lukisannya di Jakarta.

Baru pada awal tahun 2008 Pramono menelusuri jejak beliau dan bertemu di rumahnya, di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta. Saat itu Pramono dan Istio Adi menawari beliau untuk berpameran tunggal karikatur di Museum Kartun Indonesia Bali. Dan gagasan tersebut akhirnya terwujud dalam pameran tunggal retrospektif karikatur Sibarani kali ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar